Kadaluarsa, Rekomendasi Bawaslu Ditolak

KPU Kepsul

SANANA – Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Kepulauan Sula (Kepsul) tidak melaksanakan rekomendasi  Bawaslu Kabupaten Kepulauan Sula, yakni melakukan pemungutan suara ulang (PSU)  di 6 TPS di Desa Mangoli dan desa Waitulia Kecamatan Mangoli Tengah.

Sikap KPU ini berdasarkan pada Peraturan KPU nomor 18 tahun 2020.  Anggota KPU Provinsi Malut, Safrina R. Kamaruddin mengatakan, rekomendasi Bawaslu sudah terlambat. Menurut Safrina, semestinya rekomendasi dikeluarkan itu paling lambat 2 hari setelah pencoblosan, sesuai dengan PKPU nomor 18 tahun 2020.

“Rekomendasi disampaikan ke KPU Kepsul pada tanggal 14 Desember. Itu sudah melewati batas waktu sesuai dengan ketentuan,” katanya saat ditemui wartawan di ruang pleno KPU Kepsul, Kamis (17/12/2020).

Safrina menambahkan, atas dasar itulah KPU Kepsul tidak bisa menindaklanjuti rekomendasi dari Bawaslu tersebut.

“Iya, PSU di 6 TPS tidak bisa dilakukan karena rekomendasi sudah lewat batas waktu. Memang kami belum dapat petunjuk dari KPU RI. Tapi sesuai dengan dasar PKPU 18 tahun 2020, maka KPU Sula tidak bisa melakukan PSU,” pungkas Safrina. 

Sekedar diketahui, 6 TPS yang direkomendasikan yakni 5 TPS di Desa Mangoli dan 1 TPS di Desa Waitulia, Kecamatan Mangoli Tengah, Kepsul.

Sebelumnya, Bawaslu Kabupaten Kepulauan Sula (Kepsul), mengeluarkan rekomendasi untuk melakukan pemungutan suara ulang (PSU) di 6 TPS, yakni  5 TPS di Desa Mangoli dan 1 TPS di Desa Waitulia, Kecamatan Mangoli Tengah  pada Senin (14/12/2020).

Ketua Bawaslu Kepsul, Iwan Duwila  mengatakan, sesuai hasil penelusuran, pengkajian dan penelitian dari Bawaslu Kepsul, problem yang terjadi di 6 TPS itu, berdasarkan Undang-undang nomor 10, pasal 112 pada poin e tahun 2016 sudah sangat jelas. Di situ berbunyi, pemilih yang tidak punya hak pilih telah melakukan pencoblosan lebih dari satu orang, maka bisa mengeluarkan rekomendasi untuk dilakukan PSU.

“Kejadian ini kami temukan di 6 TPS yang ada di Desa Mangoli dan Waitulia. Rata-rata masalah yang Bawaslu temukan di TPS tersebut yaitu pendamping yang secara langsung melakukan pencoblosan terhadap keluarganya yang sudah lanjut usia, dan disabilitas. Jumlah pendamping lakukan coblos itu bukan hanya 1 atau 2, tetapi ada sampai 7 dan 8 orang,” ujarnya. 

Anehnya, pemilih lanjut usia dan disabilitas pada saat mau coblos, dia menambahkan, KPPS setempat tidak membawa kotak ke rumah pemilih yang tidak bisa datang ke TPS.

KPPS malah mengijinkan agar pendamping melakukan pencoblosan di dalam TPS. Padahal di dalam aturan, tugasnya pendamping itu tidak lagi melakukan pencoblosan, tetapi hanya sebatas mendampingi. (nai) 

Berita Terkait