Abdullah mengaku, pihaknya tidak akan menggugat dinas terkait dengan alasan lahan tersebut, karena memang lahan itu murni milik klien mereka. Di sisi lain, kantor balai itu ternyata saat ini sudah tidak digunakan, sehingga somasi mereka tidak digubris sama sekali.
“Saya sudah menyampaikan kepada klien kami, jika ada orang yang ingin membeli lahan tersebut maka jual saja, karena lahan dengan luas 45.314 M2 persegi itu adalah milik kline kami. Kami menganggap kasus ini telah selesai, karena tidak ada respons dari DKP,” pungkasnya.
Diketahui, pada tahun 2002 DKP Malut mendapat paket pekerjaan budi daya laut dari Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP). Namun untuk merealisasikan pekerjaan itu, DKP Malut harus mencari lokasi untuk membangun balai benih ikan pantai.
Karena takutnya anggaran dan paket pekerjaan itu dikembalikan lagi ke pihak KKP karena tidak ada lokasi, sehingga pihak DKP Malut lalu berkoordinasi dengan Ramly. Saat itu, pihak DKP bertujuan untuk meminjam lahan milik Ramly yang berada di Desa Belang Belang.
Kebetulan, Ramly juga merupakan pegawai di DKP Malut. Mengetahui ini, Ramly pun mengizinkan agar lahan miliknya digunakan untuk pembangunan balai ikan pantai. Bahkan, Ramly ditunjuk menjadi kepala balai hingga tahun 2009.
Jangan Ketinggalan Berita Fajar Malut di Channel WhatsApp.
(tekan disini untuk bergabung)