“Pasal tersebut ibarat pasal karet karena tidak menjamin porsi DAU bagi daerah,” kata Ramli.
Ia menambahkan, integrasi berbagai dana seperti dana desa, dana otonomi khusus, dan dana keistimewaan ke dalam komponen TKD justru membebani pengelolaan keuangan di tingkat daerah.
Kritik lain juga diarahkan pada Pasal 130 UU HKPD yang membatasi penggunaan DAU hanya untuk enam urusan pelayanan dasar. Ketentuan ini dianggap kontradiktif karena UU Pemerintahan Daerah mengatur 32 urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah.
Selain itu, kewajiban alokasi 30 persen DAU untuk belanja pegawai sebagaimana diatur dalam Pasal 146 UU HKPD dinilai tidak selaras dengan UU Aparatur Sipil Negara (ASN) maupun UU Pemerintahan Daerah.
“Kebijakan ini menunjukkan inkonsistensi dalam implementasi desentralisasi fiskal. Otonomi daerah yang dijanjikan selama ini masih jauh dari harapan,” tegas Ramli.
Jangan Ketinggalan Berita Fajar Malut di Channel WhatsApp.
(tekan disini untuk bergabung)