TERNATE – Warga Hiri yang tergabung dalam Aliansi Masyarakat Pulau Hiri (AMPUH) kembali menggelar aksi di depan Kantor Wali Kota Ternate, Rabu (1/2/2023), aksi yang dilakukan ini sudah sekian kali oleh warga Hiri, akibat dari pembanguban pelabuhan penyebrangan Sulamadaha – Hiri yang tak kunjung diselesaikan Pemkot Ternate melalui Dinas PUPR Kota Ternate dikelurahan Sulamadaha, yang dibangun sejak beberapa tahun ini.
Koordinator Lapangan Wawan Ilyas dalam tuntutan aksinya mengatakan, pelabuban Hiri ini sudah kurang lebih 10 tahun disuarakan warga, namun sampai kini tak kunjung selesai.
Dia menilai, Pemkot Ternate terkesan tidak serius, dan mempolitisir anggaran pembangunan pelabuhan Hiri.
“Bahkan, birokrasi Ternate sangat ekslusif (tertutup) dan tidak punya kemampuan menyampaikan pesan publik secara rasional yang dapat dipercaya. Maka visi-misi Tauhid Soleman mengenai program peduli BAHIM (Batang Dua, Hiri, Moti) sebagai program prioritas tiga pulau terluar benar- benar harus dipertanyakan,” ungkapnya.
Dia menyebut, dari laporan yang diterima pada tahun 2021 anggaran percetakan tetrapod dermaga Hiri tahap I senilai Rp1.4 Miliar dipangkas menjadi Rp300 juta lebih, dengan alasan sudah penghujung 2021. Bahkan, Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) di Dinas PUPR menyebut, dari anggaran Rp300 juta, mereka kemudian mencetak tetrapod sebanyak 182 buah. Namun, keterangan pihak rekanan CV Diyasel Sejati, menyebut total tetrapod yang dicetak pada 2021 sebanyak 624 buah, dimana ukuran sebanyak 624 buah dan ukuran besar 434 buah.
Sementara Pemkot Ternate melalui Dinas PUPR mengklaim tetrapod yang sudah selesai dicetak pada 2022, dengan sumber anggaran APBD induk untuk percetakan tahap II sebanyak 1.100 buah.
“Jika ditambah dengan cetakan di 2021, maka totalnya 1.282 buah. Tapi, kalau menggunakan versi rekanan, harusnya berjumlah 1.724 buah. Mana yang benar, Pemkot atau rekanan,” sebutnya.
Belakangab kata dia, terungkap bahwa Pemkot Ternate justru masih punya tunggakan ke Mata Intan Cahaya selaku rekanan dalam pencetakan terrapod tahap II tahun 2022 sebesar Rp800 juta. Bahkan lanjut dia, perbedaan keterangan bukan hanya pada jumlah pencetakan tetrapod, termasuk lokasi percetakan tetrapod dinilai tidak konsisten dan terkesan mencurigakan.
“Ada yang menyebut di Tafure, ada yang menyebut di Toboko, dan ada pula menyebut di Sulamadaha (ibid).
Selain itu, Dinas PUPR tidak punya komitmen menunjukkan sisi transparansi kepada publik di dalam pembangunan fasilitas umum untuk orang Hiri,” tandasnya.
Wawan mengungkapkan, perbedaan itu bukan hanya disitu saja, sebab anggaran pencetakan tetrapod tahap III yang diusulkan dalam APBD induk 2023 sebesar Rp3 milyar, namun yang disepakati sebesar Rp2,2 milyar. Bahkan KPA kata dia menyebut, rincian anggaran tersebut yang diserahkan ke Bappelitbangda sebesar Rp2,1 milyar. Sementara Kepala Dinas PUPR menyebut Rp3 milyar. Pihaknya juga mempertanyakan Dinas PUPR yang mengklaim pada September tahun ini pelabuhan sudah difungsikan.
“Karena kalau diperiksa, rencana anggaran itu mentok digunakan untuk tambahan cetak tetrapod dan proses penenggelaman saja. Artinya, anggaran untuk bangun fasilitas darat dan pengerukan bagian dalam belum terlihat. Apakah yang dimaksud adalah tetrapod sebagai pemecah ombak saja, atau meliputi semua kebutuhan di darat dan di laut,” tanya dia.
Dia kembali menilai, dengan ketidakpastian tersebut menunjukkan Pemkot Ternate tidak serius dan mencoba mempolitisir pembangunan dermaga Hiri menuju 2024. Dugaan ini kata Wawan semakin kuat ketika pekerjaan tetrapod tahun 2022 tidak terpublikasi dengan anggaran induk 2022 senilai Rp2,9 milyar, termasuk janji Pemkot Ternate yang tidak terakomodir pada APBD Perubahan 2022.
Selain itu lanjut dia, Pemkot terkesan merekayasa jumlah tetrapod untuk meminimalisir anggaran. Padahal, Pemkot belum memiliki kajian matang mengenai situasi dan kondisi pelabuhan, tinggi gelombang, sedimentasi, pasang surut air laut dan kebutuhan tetrapod.

Untuk itu menurut Wawan, AMPUH dlam aksi tersebut menyampaikan sejumlah tuntutan, diantaranya pelabuhan Hiri wajib dituntaskan pada tahun 2023, Pemkot Ternate harus menjelaskan transparansi penggunaan anggaran pembangunan pelabuhan Hiri khususnya pada APBD induk 2022 senilai Rp2,9 milyar.
Pihaknya juga meminta dalam aksi itu Pemkot Ternate harus memaparkan Master Plan perencanan pelabuhan Hiri di kepada massa aksi meliputi desain pemecah ombak. jembatan, ruang tunggu, hingga parkiran.
Dia menambahkan, Pemkot Ternate wajib memikirkan dan menjelaskan skema anggaran apakah melalui APBD atau APBN yang dapat memenuhi pembangunan fasilitas darat, selain pencetakan tetrapod dan proses penenggelaman tahun 2023 sesuai master plan. Sebab, mereka menilai anggaran di APBD induk 2023 tidak cukup untuk membiayai semuanya.
“Kami tidak ingin ada janji lagi tahun ini. Dermaga Hiri adalah harga diri kami,” tegasnya.
Bahkan, dalam aksi tersebut mereka juga meminta Pemkot untuk membuat MoU seperti yang dilakukan pada tahun 2020 bersama Wali Kota Ternate Burhan Abdurrahman. Dimana isi MoU diketik bersama antara Pemmkot dan massa aksi dan diteken Wali Kota Ternate, Tokoh Adat Pulau Hini, lembaga hukum negara dan masa aksi.
“Jika tidak dibuat MoU, kami masyarakat Hiri akan duduki kantor Wali Kota, kami memasang tenda, dan kami memasak di depan Kantor Wali Kota Ternate. Jika poin-poin tuntutan tidak direalisasi, maka atas nama masyarakat adat Pulau Hiri akan melumpuhkan aktivitas pemerintahan di kecamatan Pulau Hiri, boikot mobil pengangkut sampah, boikot distribusi logistik pemilu. Tidak ada pilkada di Pulau Hiri 2024,” ungkapnya. Hingga berita ini dipublish aksi masih sementara berlangsung.(cim)
Jangan Ketinggalan Berita Fajar Malut di Channel WhatsApp.
(tekan disini untuk bergabung)