TERNATE – Praktisi Hukum Maluku Utara (Malut) Muhammad Conoras menyeroti pembangunan ruang inap I, II dan III RSUD Chasan Boesori Ternate yang menelan anggaran sebesar Rp. 27 milyar lebih.
Namun menjadi temuan Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) Perwakilan Malut bernomor : 22.A/LHP/XIX.TER/5/2019 tanggal 27 Mei 2019 senilai 394 juta. Temuan ini menjadi tantangan bagi Kepala Kejaksaan Tinggi (Kejati) Malut, Andi Herman sementera melakukan penyilidikan pengumpulan bahan keterangan (Pulbaket). Conoras meminta Kajati Malut serius memberantas atau menangani setiap kasus korupsi termasuk dugaan pembangunan RSUD yang dianggap bermasalah tersebut.
“Sebab kita tahu bersama bahwa akhir-akhir ini banyak kasus besar yang dihentikan pihak Kejaksaan Tinggi. Ini sangat disayangkan,” ujar Conoras dikonfirmasi depan Kantor Pengadilan Negeri Ternate, Selasa (11/2).
Menurut pengacara senior ini, masalah pembangunan ruang inap RSUD Chasan Boesoeri awalnya diawasi langsung tim TP4D Kejati Malut akan tetapi tiba-tiba BPKP menemukan adanya masalah.
Meski tim TP4D ini pada akhirnya dibubarkan oleh Kejaksaan Agung (Kejagung) namun siapa yang harus bertanggung jawab. Sebab penanganan kasus korupsi Kejati Malut sangat disayangkan setelah gencar-gencar melakukan penyelidikan dan penyidikan namun ujung-ujungnya dihentikan.
“Selaku praktisi hukum tahu betul dalam kasus korupsi 019 lalu yang berhasil sampai pada tahapan persidangan atau penuntutan di pengadilan berasal hanya dari Polda Malut,” ungkapnya. Conoras meminta Kepala Kejati Malut, Andi Herman agar selalu mengawasi kinerja jaksa, sehingga dalam penanganan kasus RSUD Chasan Bisorie Ternate bisa sampai pada tahap penuntutan di pengadilan, karena proyek itu sudah di awasi TP4D namun masih saja merugikan negara.
“Meski Kejagung RI sudah membubarkan TP4D tapi siapa yang bertanggung jawab, jika pembangunan RSUD itu terdapat kerugian Negara,” tegasnya.
Sebelulmnya Kepala Kejati Malut, Andi Herman dalam agenda ngopi bersama wartawan mengatakan, dugaan kasus itu masih dilakukan tahap pengumpulan bahan keterangan (pulbaket) dan pengumpulan data (puldata). Pulbaket dan Puldata itu tetap kami lakukan tapi belum bisa dipublish,” ungkap Andi belum lama ini. Dirinya mengaku proyek yang dikawal oleh TP4D itu bukan berarti 100 persen steril tidak ada penyimpangan.
“Jangan sampai yang dikawal itu A yang terjadi penyimpangan itu di B, jika TP4D sudah beri pendapat hu
kum, maka harus diikuti, kalau tidak diikuti maka siapa yang salah,” katanya menghiri.
Sekedar diketahui BPK-RI Provinsi Malut dengan nomor: 22.A/LHP/XIX.TER/5/2019 tanggal 27 Mei 2019 menemukan kekurangan volume pekerjaan, akan tetap dilakukan pembayaran 100 persen kepada pihak ketiga. Berdasarkan SP2D nomor:6719/SP2D-LS/BPKPAD/IV/2018 tanggal 28 Desember 2018 dengan nilai sebesar Rp. 10.5 Miliar lebih. Padahal progres pekerjaan baru mncapai 84,12 perse sehingga pembayaran dilakukan melebihi prestasi pekerjaan.
BPK menjelaskan, dilakukan pembayaran untuk mengamankam Dana Alokasi Khusus (DAK) agar tidak menjadi hutang di tahun 2019. Selain itu juga terdapat lima kali adendum agar proyek tersebut dapat diselesaikan dengan tambahan waktu pekerjaan sampai dengan tanggal 2 Maret 2019. Akan tetapi, sampai pada batas waktu tersebut proyek belum juga diselesaikan. Bahkan ditemukan dua laporan kemajuan pekerjaan yang berbeda pada laporan minggu ke 39. Dengan progres pekerjaan versi pertama 94.52 pesen sementara versi kedua 100 persen. Setelah dilakukan pengecekan pekerjaan belum selesai 100 persen. Kemudian terdapat denda keterlambatan sebesar Rp. 394 juta lebih yang belum dikenakan ke pihak ketiga untuk disetor ke kas daerah. (dex)
Jangan Ketinggalan Berita Fajar Malut di Channel WhatsApp.
(tekan disini untuk bergabung)
Berikan Komentar pada "Pembangunan RSUD Chasan Boesoiri Ternate Disoroti"