Dugaan Keterlibatan Lasidi Leko dalam Kasus BTT Covid-19 Kepulauan Sula

Oleh: Rizky.S Tehupelasury.S.H.,M.H (Praktisi Hukum & Direktur YBH-Themis Malut)

TERNATE – Kasus dugaan korupsi belanja tak terduga (BTT) Covid-19 tahun 2021 di Kabupaten Kepulauan Sula sebagaimana diberitakan, mengandung beberapa aspek penting dalam perspektif hukum pidana khusus, khususnya tindak pidana korupsi.

Dalam pemberitaan, disebutkan bahwa terdakwa Muhammad Yusril mengungkap adanya aliran dana Rp100 juta kepada Lasidi Leko (anggota DPRD Kabupaten Kepulauan Sula) serta perannya dalam pengurusan anggaran dan distribusi barang terkait pengadaan Bahan Medis Habis Pakai (BMHP) tahun 2021.

Fakta ini menimbulkan dugaan keterlibatan langsung Lasidi Leko dalam tindak pidana korupsi anggaran BTT Covid-19.

  1. Unsur Tindak Pidana Korupsi

Berdasarkan uraian fakta, perbuatan terdakwa Muhammad Yusril telah memenuhi unsur Pasal 3 jo. Pasal 18 UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. UU No. 20 Tahun 2001.

Perbuatan tersebut memperkaya diri sendiri atau orang lain, merugikan keuangan negara, dan dilakukan dengan penyalahgunaan kewenangan dalam pengadaan BMHP. Hal ini diperkuat dengan audit BPKP yang menemukan kerugian negara sebesar Rp1,6 miliar.

Namun selain terdakwa Muhammad Yusril diduga adanya keterlibatan pihak lain,   hal ini dapat dilihat  Dari fakta persidangan, muncul indikasi kuat adanya keterlibatan anggota DPRD (Lasidi Leko) dalam alur pencairan anggaran dan distribusi barang.

Jika benar terbukti menerima transfer Rp100 juta serta terlibat langsung dalam proses pengadaan, maka perbuatannya dapat dikualifikasikan sebagai turut serta (medepleger) atau membantu melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana diatur dalam Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo. Pasal 56 KUHP.

Jika dugaan keterlibatan Lasidi Leko terbukti melalui bukti transfer, keterangan saksi, dan fakta persidangan, maka secara hukum ia dapat dimintai pertanggungjawaban pidana karena ada perbuatan (actus reus) berupa menerima uang dan turut mengurus anggaran

Kemudian, ada niat (mens rea) berupa kesadaran untuk memperoleh keuntungan dari dana publik yang seharusnya digunakan untuk kepentingan masyarakat dalam situasi pandemi. Sehingga lasidi leko dapat dimintai pertanggungjawaban pidana.

  1. Rekomendasi Hukum

Jaksa perlu mengembangkan penyidikan untuk menelusuri peran Lasidi Leko dan pihak lain yang disebut dalam fakta persidangan. Hakim Tipikor sebaiknya mempertimbangkan keterangan terdakwa dan saksi sebagai dasar untuk memberikan rekomendasi penindakan lebih lanjut.

Aparat penegak hukum wajib menegakkan asas praduga tak bersalah, namun apabila bukti transfer dan kesaksian terkonfirmasi, maka penetapan tersangka bagi Lasidi Leko adalah langkah yang sah secara hukum.
 
Asas-asas Hukum Pidana yang menjadi sandaran terhadap dugaan keterlibatan Lasidi leko dalam kasus korupsi belanja tak terduga (BTT) Covid-19 tahun 2021 di Kabupaten Kepulauan Sula

  1. Asas Legalitas (Nullum Delictum Nulla Poena Sine Lege)

Berdasarkan Pasal 3 UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001, setiap orang yang menyalahgunakan kewenangan untuk memperkaya diri sendiri atau orang lain dan merugikan keuangan negara dapat dipidana. Jika terbukti Lasidi Leko menerima transfer dana dan turut mengatur pencairan anggaran, maka perbuatannya termasuk dalam ruang lingkup pasal ini.

  1. Asas Pertanggungjawaban Pidana (Geen Straf Zonder Schuld)

Dalam hukum pidana, seseorang hanya dapat dipidana apabila memiliki kesalahan (mens rea) dan melakukan perbuatan (actus reus). Fakta bahwa Lasidi Leko disebut ikut mengurus dokumen pencairan, menerima transfer dana, serta menjemput barang menunjukkan adanya kesengajaan (dolus) dan kesadaran akan tindakannya. Apabila bukti ini terbukti sah di persidangan, maka ia dapat dimintai pertanggungjawaban pidana.

  1. Asas Equality Before the Law

Setiap orang berkedudukan sama di hadapan hukum (Pasal 27 ayat (1) UUD 1945 dan Pasal 5 ayat (1) UU No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman). Status Lasidi Leko sebagai anggota DPRD tidak memberikan kekebalan hukum dalam kasus korupsi. Oleh karena itu, aparat penegak hukum wajib menindaklanjuti dugaan keterlibatan tanpa diskriminasi.

  1. Penyertaan dalam Tindak Pidana (Deelneming)

Pasal 55 ayat (1) KUHP menegaskan bahwa orang yang melakukan, yang menyuruh melakukan, atau yang turut serta melakukan perbuatan pidana dapat dipidana. Jika terbukti bahwa Lasidi Leko berperan aktif mendukung terjadinya tindak pidana korupsi (misalnya dengan memfasilitasi pencairan, menerima uang, atau mengatur distribusi), maka ia dapat dimintai pertanggungjawaban sebagai turut serta (medepleger) atau setidaknya membantu melakukan (medeplichtige) tindak pidana korupsi.

  1. Asas Kemanfaatan dan Kepastian Hukum

Penegakan hukum dalam kasus ini tidak hanya berfungsi memberikan kepastian hukum, tetapi juga kemanfaatan bagi masyarakat. Dana BTT Covid-19 seharusnya digunakan untuk kepentingan kesehatan masyarakat, sehingga setiap penyalahgunaan harus diproses secara tuntas agar memberikan efek jera dan mengembalikan kepercayaan publik.

Kesimpulan

Berdasarkan asas hukum pidana, dugaan keterlibatan Lasidi Leko dalam tindak pidana korupsi BTT Covid-19 di Kabupaten Kepulauan Sula patut ditindaklanjuti secara hukum. Fakta adanya aliran dana, keterlibatan dalam pencairan anggaran, serta peran aktif dalam distribusi barang dapat menjeratnya dengan Pasal 3 jo. Pasal 18 UU Tipikor jo. Pasal 55 KUHP.

Statusnya sebagai anggota DPRD tidak meniadakan pertanggungjawaban pidana, karena setiap orang sama kedudukannya di hadapan hukum.Perbuatan terdakwa Yusril terbukti memenuhi unsur tindak pidana korupsi. Fakta baru terkait keterlibatan Lasidi Leko menunjukkan adanya indikasi perbuatan bersama (penyertaan).

Oleh karena itu, aparat penegak hukum harus menindaklanjuti agar kasus ini tidak hanya berhenti pada pelaku lapangan, melainkan juga menyentuh aktor politik yang memiliki peran besar dalam penyalahgunaan anggaran negara.(**)

Berita Terkait