SOFIFI – Sejumlah temuan di beberapa Dinas lingkup Provinsi Malut tahun 2005 hingga 2018, pada pekan depan akan dilimpahkan ke Kejaksaan Tinggi (Kejati) Malut untuk diproses. Adapun besaran temuan yang dilimpahkan tersebut Rp 29 miliar lebih.
Kepala Inspektorat Malut, Ahmad Purbaya mengungkapkan, Senin pekan ini Pemprov akan pelimpahan temuan senilai Rp 29 miliar lebih ke Kejati Malut. Pihaknya sebelumnya sudah berupaya untuk penyelesaian tahun 2005 hingga 2018 tersebut, namun orang yang ditemui sudah tidak ada.
Dikatakan, pemprov dalam melakukan upaya penyelesaian tindak lanjut tahun 2014 kebawah agak kesulitan, karena dalam laporan BPK tertulis inisialnya adalah pegawai yang sudah pindah.” Jadi kesulitannya disitu,” katanya.
Karena itu, Pemprov akan usulkan pindah ke kategori ke empat. Artinya kategori ke empat itu yang tidak dapat ditindaklanjuti. Karena itu akan diusulkan ke BPK kemudian ke BPK pusat untuk dihapus. Menurutnya, temuan BPK bukanlah tidak menjadi masalah, yang pasti menjadi masalah hanya karena memang sudah sulit untuk ditindaklanjuti karena tidak mengetahui inisial orang itu siapa. meski begitu sudah melalui sidang Tuntutan Perbendaharaan dan Tuntutan Ganti Rugi (TPTGR).
Selain itu, BPK merekomendasikan hasil temuan yang belum ditindaklanjuti oleh Pemerintah Provinsi (Pemrov) Malut. Untuk semester 2 Tahun 2019 sebanyak 390 atau 3,60 persen, sedangkan semester 1 Tahun 2020 sebanyak 365 atau 3,30 persen.
Sementara itu, Kepala BPK Perwakilan Malut , Hermanto menyampaikan, kerugian Negara semester 1 Tahun 2020 serta pengumpulan data dan informasi, maka harus ditindaklanjuti hasil temuan BPK sesuai Pasal 20 dan Pasal 21 Undang-undang Nomor 15 Tahun 2004, pemerintah daerah wajib melakukan tindak lanjut atas hasil pemeriksaan BPK.
Dijelaskan, berdasarkan peraturan perundang-undangan tersebut, maka dinyatakan bahwa pejabat yang diperiksa wajib menyampaikan jawaban/memberi penjelasan atas tindak lanjut hasil pemeriksaan dalam waktu 60 hari sejak diterimanya LHP ini. Demikian pula DPRD sebagai lembaga perwakilan mempunyai fungsi pengawasan menindaklanjuti temuan BPK.
Rekomendasi BPK bukan saja terkait tata kelola keuangan tetapi ditunjukan perbaikan sesuai kinerja selama ini. Untuk semester 2 Tahun 2019 tindak lanjut sesuai rekomendasi sebanyak 7.1001 atau 65,62 persen, tindak lanjut dengan status belum sesuai rekomendasi 3.158 atau 29,18 persen, yang belum ditindaklanjuti sebanyak 390 atau 3,60 persen, tindak lanjut yang tidak dapat ditindaklanjuti sebanyak 173 atau 1,60 persen.
Ada juga posisi tindak lanjut pada pemantauan hasil semester 1 pada Tahun 2020 yakni, tindak lanjut sesuai rekomendasi 7.559 atau 68,63 persen, tindak lanjut dengan status belum sesuai rekomendasi 2.972 atau 26,91 persen, rekomendasi yang belum ditindaklanjuti sebanyak 365 atau 3,30 persen, dan tindak lanjut dengan status yang tidak dapat ditindaklanjuti sebanyak sebanyak 156 atau 1,41 persen.
“Pencapaian tersebut belum capai target tindak lanjut secara nasional, hasil analisa BPK dan diskusi dengan inspektorat Provinsi Kabupaten/Kota selama pemantauan tindak lanjut, menunjukan beberapa kendala dalam melakukan tindak lanjut BPK,” beberanya.
Lebih jauh disampaikan, dalam diskusi dengan Inspektorat sebelumnya, bahwa sangat merasa kesulitan dalam penelusuran atas rekomendasi hasil pemeriksaan yang sudah lama dibawah 5 Tahun, terutama sulit temukan pihak terkait dalam rekomendasi tersebut.
Selain itu, rekomendasi keuangan dan juga aset sangat sulit memperoleh data tersebut, karena adanya perubahan organisasi atau pejabat, dan pihak ketiga sangat sulit dimintai pertanggungjawab untuk dilakukan pengembalian ke kas daerah. Selain itu, kurangnya kerja sama dan komitmen para pimpinan OPD, maka secepatnya menyelesaikan rekomendasi BPK. BPK berharap, kepala Daerah harus peran aktif dalam penyelesaian tindak lanjut rekomendasi tersebut oleh OPD terkait. (nas)
Jangan Ketinggalan Berita Fajar Malut di Channel WhatsApp.
(tekan disini untuk bergabung)