DARUBA – Sejak dua minggu terakhir, warga Morotai khususnya di Kota Daruba dikeluhkan dengan kelangkaan BBM jenis minta tanah (Mita).
Warga mengaku sulit mendapatkan minyak tanah sejak pertengahan Oktober lalu. Kalaupun ada, harganya ada yang sampai Rp 8.000 per liter. Itu pun ada warga yang rela mengantri berjam-jam. Bahkan masalah ini sampai ramai dibahas di media sosial.
Sejumlah warga lantas mendesak DPRD Morotai agar memanggil instansi terkait dalam hal ini Disperindagkop-UKM dan Perusahan Daerah (Perusda) untuk dimintai penjelasan.
“Setiap kabupaten kan punya stok, kenapa hari ini bisa susah begini dapat mita. Sementara saya tanya di saya pe saudara di Halut mita ada, kenapa Morotai sudah begini sampai berminggu-minggu,” keluh Iyan salah satu warga Tanah Tinggi, Minggu (o1/11/2020). Karena sudah terlalu dikeluhkan warga, masalah Mita ini mulai disorot OKP salah satunya dari Ketua Komisariat LMND Universitas Pasifik Pulau Morotai Irawan Lemon.
Irawan meminta Dinas Perindustrian, Perdagangan dan Koperasi wajib buka-bukaan soal kendala distribusi minyak tanah di lapangan. Sebab banyak agen mengalami kekosongan stok. “Disperindagkop harus intensif dan jangan lepas kontrol dalam mengawal soal pendistribusian minyak tanah di setiap agen, karena masalah minyak tanah sebagian masyarakat harus dihadapkan dengan antrean, sementara yang lain tidak antrean, sehingga lain ada yang tidak dapat. Ini kan disayangkan, bahkan ada yang adu mulut karena persoalan ada yang ikut antrean, ada yang tidak,” tuturnya.
Dia menegaskan, Disperindagkop juga harus mengawasi harga minyak tanah atau harga eceran tertinggi (HET) di lapangan yang sudah ditetapkan. Pasalnya, di pengecer harga minyak tanah ada yang bervariasi mulai dari Rp 7.000, Rp 8.000, namun ada juga yang hanya Rp 5.000.
“Pertanyaannya, kalau yang jual Rp 5.000 ribu adalah agen yang sudah ditetapkan oleh Perindagkop, lalu ada pengecer yang menjual minyak tanah sampai harga Rp 8.000 dan 7.000, ini sumber minyaknya dapat dari mana? Sehingga di lapangan kita temukan variasi harga minyak tanah yang berbeda-beda,” katanya.
Karena itu, LMND mendesak Disperindagkop mengontrol persoalan minyak tanah yang ramai dikeluhkan warga. “Apalagi saat ini di tengah pandemi Covid-19, kita seharusnya menenangkan diri. Tetapi dengan adanya masalah minyak tanah, warga menjadi terkuras energinya karena harus mencari tahu soal informasi minyak tanah, dan lainnya.
Belum lagi kita diharuskan jaga jarak dan tidak membuat kerumunan,” ujarnya. “Jadi Disperindagkop harus punya format baru sebagai solusi agar tak terjadi seperti di lapangan saat ini,” tambah Irwan.
Kepala Disperindagkop-UKM Pulau Morotai Nasrun Mahasari saat dihubungi wartawan hingga berita ini ditayang belum dapat tersambung. (fay)
Jangan Ketinggalan Berita Fajar Malut di Channel WhatsApp.
(tekan disini untuk bergabung)

