APBD Pemkot Ternate Tidak Berkualitas

• Akademisi Sebut PAD Bagi Pemkot Hanya Penyeimbang

TERNATE – Dengan durasi waktu pembahasan RAPBD yang pendek ini dipastikan anggaran pendapatan belanja daerah (APBD) 2023 tidak berkualitas, jika disahkan DPRD dalam bulan. Sebab dengan durasi waktu yang ada pembahasan RAPBD tidak akan maksimal.
Selain itu dalam penyusunan RAPBD yang disampaikan Walu Kota ke DPRD beberapa waktu lalu tersebut, PAD disebut banya sebagai penyeimbang tanpa memperhatikan potensi PAD yang dimiliki.

Akadamisi Unkhair Ternate Irfan Zam Zam mengatakan, dasar yang mestinya digunakan Pemkot Ternate dalam menyusun RAPBD yakni RKPD dan KUA PPAS, yang berarti KUA PPAS yang telah disepakati antara kepala daerah dengan DPRD, dari dokumen tersebut jadi dasar dalam menyusun rencana kerja anggaran (RKA) OPD baru penyusunan RAPBD.

“Dalam rancangan APBD itu kemudian ada perubahan dana transfer, sesuai putusan Presiden pada saat pembahasan APBN, yang dituangkan dalam surat edaran Irjen nomor 173, maka Pemerintah Kota Ternate harus patuh, dan mengikuti semua nilai yang tercantum dalam surat tersebut, karena untuk DAU dan DAK tidak mungkin ada perubahan, karena yang perubahan hanya DBH bisa saja terjadi kurang bayar atau lebih bayar,” katanya, usai rapat dengan DPRD Kota Ternate, pada Sabtu (13/11/2022) kemarin.

Baca juga:  Guru SD 50 Ternate Terancam Disanksi

Hal yang sama juga kata dia, seperti estimasi PAD harus berdasarkan pada data sebelumnya dengan potensi yang dimiliki, sebab pencapaian PAD selama 4 tahun terakhir hanya sampai pada jumlah 80 miliar dan paling terakhir di 2021 capaian PAD berada diangka 87 miliar, dan kalaupun pada tahun 2022 ini capaian PAD bisa menembus angka 90 miliar, sedangkan yang ditargetkan Pemkot Ternate pada KUA PPAS 2023 pada angka Rp.222.085.390.420, dan di RAPBD 2023 turun menjadi Rp.154.057.010.943.
“Otomatis ini hanya penyeimbang, karena total pendapatan tidak berubah sebesar Rp.1.061.482.347.000. Padahal, harus pasti, proyeksi secara rasional kemampuan PAD kita, sehingga PAD kita dari total pendapatan yang semula yang dirancang di KUA PPAS 1.061 miliar yang terjadi perubahan pada dana transfer kemudian pendapatan meningkat belanja harus meningkat, itu sejarah siklus penyusunan APBD yang normal,” jelasnya.

Baca juga:  Banggar Ungkap Anggaran Dua OPD di Ternate yang Dikurangi

Menurut Irfan, penginputan belanja di KUA PPAS dan RAPBD itu terjadi perbedaan angka, sehingga harus dilakukan pembenahan angka tersebut sesuai dengan yang telah di sepakati, kalaupun karena ada perubahan bagi Irfan tidak masalah, asalkan program dan tujuan harus sesuai dimana jika temanya peningkatan infrastruktur daerah maka prioritas yang ada harus diarahkan pada pembangunan infrastruktur, kemudian peningkatan daya saing, akses untuk UMKM. Namun kata dia, jika berpatokan pada anggaran yang ada tidak mencapai 10 persen dari total anggaran yang ada untuk mendukung RKPD.

“Apa ini tahun untuk pembenahan infrastruktur di wilayah Moti, Hiri dan Batang Dua. Walaupun belum mencapai presentase sesuai dengan peraturan perundang-undangan yaitu pendidikan 20 persen, kesehatan 10 persen dan infrastruktur minimal 20 persen tetapi mendekati dan berdasarkan pada standar pelayanan minimum (SPM), karena dasar penyusunan RKA itu pertama adalah standar satuan harga (SSH), indikator kinerja dan SPM,” ucapnya.

Dikatakannya, belanja pegawai Pemkor Ternate saat ini masih terlalu tinggi, sehingga kedepan dengan adanya peraturan pemerintah yang ada maka diharapkan jumlah tenaga P3K bertambah dan perekrutan PTT dikurangi agar belanja pegawai ini dapat berkurang, sehingga APBD yang dihasilkan berkualitas.

Baca juga:  DPRD Tuding BPN Cemari Kali dan Pesisir Waleh

“Tapi dengan waktu yang ada susah, karena DPRD harus punya ruang waktu yang cukup untuk membahas RAPBD secara detail, kalau tidak akan menghasilkan kesepakatan APBD yang tidak berkualitas,” terangnya.

Dia menyebut, saat ini BPK sudah melakukan audit kinerja yang dimulai dari perencanaan, mulai dari RKPD sampai dengan RAPBD, sehingga hal ini harus dituntaskan Pemkot Ternate, dan kelemahan yang terjadi itu pada penentuan SSH, karena penentuan SSH harus mempertimbangkan kenaikan inflasi, kenaikan BBM dan hal itu tidak diprediksi.

“Karena RAPBD yang ada sekarang belum menggambarkan kondisi sebenarnya,” sebutnya.

Dia menyebut, terjadi perbedaan angka DBH yang berkisar 30 miliar yang tidak sesuai dengan RAPBD, dan hal ini sudah disampaikan saat rapat dengan DPRD, karena bagi Akademisi Unkhair ini setiap perencanaan harus sesuai dengan aturan, kemudian perencanaan sehingga APBD yang dihasilkan pro publik.(cim)

error: Content is protected !!