TERNATE – Setelah Perda tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah disahkan oleh DPRD, maka Badan Pengelolaan Pajak dan Retribusi Daerah (BP2RD) Kota Ternate langsung menerapkan itu, dimana setiap pajak yang ditagih sudah mengacu pada Perda tersebut.
Kepala BP2RD Kota Ternate Jufri Ali mengatakan, perda tentang pajak daerah dan retribusi daerah telah disahkan di DPRD Kota Ternate pada akhir 2023 lalu, sudah diundangkan dan telah diserahkan ke OPD pengelola PAD.
“Untuk pelaksanaannya khusus pajak kita sudah laksanakan sesuai dengan ketentuan dalam perda, sementara untuk retribusi kita serahkan ke OPD teknis untuk lakukan sosialisasi,” katanya, pada Senin (5/2/2024).
Menurutnya, untuk tariff pajak hanya mengalami perubahan pada item pajak mineral bukan bebatuan yang mana pada item ini di undang-undang lama dikenakan tariff 25 persen, sementara yang baru 20 persen. Sedangkan kata dia, pada item pajak hiburan dalam undang-undang dikenakan minimal 40 persen khusus untuk karaoke, pub dan shauna. Namun ada surat edaran Mendagri nomor 900.1.13.1/403/SJ tentang petunjuk pelaksanaan pajak barang dan jasa tertentu atas kesenian dan hiburan tertentu berdasarkan Undang-Undang nomor 1 tahun 2022 tentang hubungan keuangan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah, dimana dalam edaran tersebut kata dia, menyebutkan untuk dapat disesuaikan dengan kondisi daerah.
“Jadi kita mungkin terapkan sebesar 25 persen walaupun di Perda 40 persen, namun karena edaran ini diterbitkan setelah ada protes dari semua daerah karena tarifnya terlalu tinggi,” jelasnya.
Sementara kata dia, untuk item pajak bumi dan bangunan (PBB) mengalami perubahan tariff khusus untuk Nilai Jual Objek Tidak Kena Pajak (NJOPTKP), dimana pada perda lama NJOPTKP sebesar Rp.80 juta, saat ini Rp60 juta, sementara Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB ) untuk PBB tarifnya masih sama.
Setelah penerapan Perda baru ini lanjut dia, capaian pajak daerah yang dikelola BP2RD sampai 31 Januari 2024 lalu sebesar Rp.6 miliar lebih dari target 81 miliar dalam APBD tahun 2024, untuk mengejar target yang ditetapkan itu menurutnya, pihaknya menekankan pada pengawasan dan optimalisasi melalui pendataan yang dilakukan. “Kalau pendataan ini dilakukan maka akan terjadi penambahan jenis-jenis objek pajak baru, kemudian pengawasan dioptimalkan sehingga pajak yang kemarin belum optimal ketika diawasi dia akan meningkat,” sebutnya.
Dikatakannya, sistem penagihan juga masih sama, dimana sesuai dengan Undang-Undang yakni self assessment adalah sistem pemungutan pajak yang memberikan wewenang kepada wajib pajak dalam menentukan sendiri jumlah pajak yang terutang setiap tahunnya, kemudian official assesment adalah sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada pemungut pajak (pemerintah) untuk menentukan besarnya pajak yang harus dibayar oleh seseorang.
Untuk official assesment ini berlaku di pajak PBB, pajak reklame dan pajak air tanah, sementara self asessment yaitu pajak barang dan jasa tertentu terdiri dari makan dan minum, jasa hotel, pajak penerangan jalan, jasa kesenian dan hiburan, mineral bukan logam termasuk pajak parkir.
“Namun dari self assesment ini punya kelemahan, kalau tidak kita awasi maka bisa terjadi manipulasi, jadi kita optimalkan petugas di bidang pengawasan dengan jumlahnya 30 orang nanti dibagi pada setiap wilayah. Jadi wilayah I terdiri dari pajak self assesment sementara wilayah I itu di official assessment,” tandasnya.*
Editor : Hasim Ilyas